Keseimbangan Pendidikan Dan Difusi Trims
Sistem pendidikan yang mengembangkan pengetahuan ilmiah serta memberlatihkan
keterampilan tentu merupakan pemasok pekerja berpengetahuan.
Adapun difusi atau penyebaran
pengetahuan ilmiah salah satunya akan membangkitkan permintaan atas
pekerja berpengetahuan. Keserasian antara pasokan-permintaan ini
mendasari berjalannya pembangunan berbasis pengetahuan.
Di sisi riset, benar adanya bahwa
administrasi pendanaan kegiatan riset masih belum sempurna. Juga
keserasian riset antar-kementerian masih perlu ditingkatkan.
Disatukannya Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam
pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diharapkan bisa mengantisipasi
permasalahan masa kini yang kompleks serta perkembangan dunia riset yang
gencar pada ranah antar-disiplin. Misalnya, pemanfaatan game theory
dalam ilmu politik dan pemanfaatan teori peluang dalam mengkaji
terorisme.Permasalahan pengembangan dan
penerapan Teknologi, Rekayasa, Ilmu Pengetahuan, Matematika, dan Seni
(Trims) termasuk desain, sejatinya tidak terbatas pada peran pemerintah.
Justru yang paling utama sebenarnya strategi dalam menyokong,
melibatkan, dan memberdayakan badan usaha milik negara (BUMN) dan
masyarakat guna memanfaatkan Trims untuk menyelesaikan permasalahan
masing-masing. Ini sejalan dengan gagasan Presiden Jokowi yang
menekankan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan.
Dalam upaya mendorong masyarakat
berTrims, mendesain, dan berinovasi, tak harus mulai dengan memaksakan
Trims yang canggih. Strategi pelibatan BUMN dan masyarakat ber-Trims
dapat mengadopsi semangat di balik Jugaad Innovation (Radjou et al, 2012) atau inovasi hemat yang berkembang di layanan usaha milik negara dan swasta, sampai desa-desa di India.
Masyarakat di daerah terpencil
disokong dalam memanfaatkan Trims sederhana, dengan cara mendasar serta
sesuai fasilitas dan kearifan lokal untuk menyelesaikan permasalahannya.
Misalnya, menciptakan lemari pendingin untuk menyimpan produk susu
nir-listrik sampai jamban nir-air yang memanfaatkan bakteri anerobik
guna meluruhkan kotoran menjadi gas metan. Perguruan tinggi (PT), LSM,
pemda, dan pemerintah pusat mendampingi sekaligus menggelorakan budaya
penyelesaian masalah sendiri.
Pemanfaatan Trims berbasis bahan lokal
dan melibatkan masyarakat sebagai penerap Trims menguntungkan, karena
masyarakat akan merasa memiliki dan akan memperjuangkan
keberlangsungannya. Khususnya, masyarakat akan mampu memodifikasi dan
merawat inovasinya, tanpa perlu mendatangkan dan menunggu teknisi
khusus.
Difusi Trims
Dalam Capital in The Twenty-First Century,
Thomas Piketty, berpendapat, dibutuhkan upaya negara guna menjamin
berimbangnya kelajuan pendidikan dan difusi (penyebaran) teknologi (Piketty, 2014, pp. 304-315). Ini untuk menjamin penyebaran kesejahteraan.
Walau dengan catatan, Piketty sesungguhnya mengadopsi gagasan tersebut dari buku The Race Between Education and Technology (Goldin & Katz, 2008).
Terkhusus, Piketty menyepakati pendapat Goldin dan Katz bahwa investasi
dalam pendidikan mutlak dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi. Investasi
harus ditujukan pada pembukaan peluang di dasar piramida ekonomi untuk
mengenyam pendidikan bermutu.
Harus ada difusi pengetahuan ilmiah.
Di Indonesia ke depan, masyarakat disokong lembaga-lembaga terkait perlu
menjadi pelaku pemanfaat Trims untuk menyelesaikan masalah lokalnya.
Tanpa kelajuan difusi Trims, institusi pendidikan akan kelebihan
menyuplai tenaga kerja berpengetahuan. Akibatnya, penyerapan tenaga
kerja terhambat dan mengakibatkan sistem pendidikan sekadar menyediakan
tenaga kerja bagi negara lain dan perusahaan luar negeri. Pengangguran
pekerja berpengetahuan di dalam negeri akan menumpuk. Dampaknya,
masyarakat luas tak dapat langsung merasakan manfaat investasi negara
dalam pendidikan tinggi, sehingga kesejahteraan terhambat.
Sebaliknya, jika laju difusi Trims
lebih tinggi ketimbang laju pengembangan pengetahuan dan keterampilan di
sistem pendidikan, akan terjadi kekurangan pasokan tenaga
berpengetahuan di dalam negeri. Dampaknya, memperparah kesenjangan.
Sistem pendidikan serta pelatihan di
satu pihak dan upaya difusi Trims di lain pihak perlu senantiasa
dikelola kelajuannya agar seimbang, tetapi keduanya tak boleh
dicampuradukkan. Ini salah satu tugas utama tim pemikir di pemerintah
mendatang. Sebenarnya difusi teknologi dan pengetahuan ilmiah sudah
menjadi strategi Prof DR BJ Habibie saat menjadi Menristek. Kehadiran
beberapa industri berbasis teknologi tinggi diharapkan mampu
menyebarkan, memicu, dan mengimbas pemanfaatan Trims pada industri
pendukung dan masyarakat.
Adapun pada sistem pendidikan tinggi,
lulusannya juga dituntut andal berkarya dalam dunia riset. Artinya
walaupun pendidikan merupakan bisnis intinya, institusi pendidikan
tinggi mutlak harus mengembangkan keilmuan sekaligus keterampilan dan
sumbangsihnya ke masyarakat.
Kemudian, yang tak boleh diabaikan,
pendidikan mempunyai tujuan luhur ketimbang sekadar menyiapkan pekerja.
Yang utama, pendidikan ditujukan agar warga memiliki noble life atau
kemuliaan hidup. Ini berarti bahwa pendidikan dasar, menengah, sampai
pendidikan tinggi harus menyatu dan menjamin kebersambungan
antar-jenjangnya guna mewujudkan kemuliaan hidup warga. Profil calon
mahasiswa ideal harapan PT harus menjadi profil lulusan sekolah
menengah. Profil calon murid sekolah menengah harus dipenuhi oleh
lulusan sekolah dasar.
Pemisahan dirjen berdasarkan jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (di Kemenristek) layak ditinjau
ulang. Dapat dikaji alternatif pembagian kerja berdasarkan teritori,
seperti di sistem komando pertahanan keamanan sehingga rancang bangun
pendidikan akan gamblang, kokoh, dan terpadu utuh.
Sistem pendidikan yang terpadu utuh dan difusi Trims yang melaju berimbang akan menguatkan pembangunan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar