Situasi-Situasi Yang Harus Dijauhi Pada Saat Seseorang Sedang Meningkatkan Keimanannya
Bagi setiap Muslim, ada saat-saat yang disadarinya bahwa ia sedang
berusaha meningkatkan keimanannya. Hatinya merasa sedang dekat kepada
Allah SWT dan ingin meningkatkan ibadah. Ingin hidup lebih baik dan
lebih benar dari sebelumnya. Ingin menjaga hati dan perbuatan. Ingin
lebih banyak melaksanakan perintah-perintah agama. Orang seperti ini
harus memelihara dirinya secara sungguh-sungguh agar terjaga dan
terpelihara dari hal-hal yang menurunkan kembali niat meningkatkan
keimanannya. Seorang Muslim yang sedang berusaha meningkatkan
keimanannya harus menjaga diri agar tidak bersikap semaunya,
berkata-kata seenaknya dan memasuki situasi pergaulan seadanya tanpa
kontrol. Di bawah ini adalah nasehat tentang perilaku-perilaku yang
harus dihindari pada saat seseorang sedang berusaha meningkatkan
kualitas keimanannya. Lima perilaku ini disimbolkan oleh istilah-istilah
Sunda yang memiliki makna mendalam.
1. Héhéotan
(Berbicara yang tidak bermanfaat)
Pertama-tama, yang harus dihindari pada saat seorang Muslim dengan sadar sedang berusaha meningkatkan keimanannya adalah perilaku héhéotan. Héhéotan artinya bersiul-siul yaitu nyanyian mulut yang tidak jelas kata-katanya dan sering tidak jelas lagu serta iramanya. Héhéotan adalah simbol dari aktifitas mulut yang tidak bermanfaat. Menghindari héhéotan artinya menjaga mulut dari pembicaraan yang tidak bermanfaat, ngobrol yang tidak perlu, membuang banyak waktu berkata-kata yang tidak membawa kebaikan, tidak produktif, tidak menghasilkan perenungan dan seterusnya. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak berguna adalah adalah ciri orang yang beriman. Dalam surat Al-Mu’minun disebutkan tujuh ciri orang yang beruntung, diantaranya adalah: “Walladzîna hum ‘anil laghwi mu’ridhûn” (Dan orang-orang yang memelihara diri dari perbuatan yang tidak berguna).
Lakukanlah tiga hal berikut ini untuk meningkatkan kualitas kesadaran kita dalam pengendalian mulut:
Pertama: Mengurangi banyak bicara.
Hindarilah banyak bicara, ngobrol yang tidak bermanfaat, berkomentar yang tidak perlu dan sejenisnya. Ketika sadar sedang berusaha meningkatkan keimanan, usahakanlah banyak diam, banyak merenung, banyak introspeksi, hindari banyak bercanda. Diam dan tafakur adalah lebih baik daripada banyak bicara yang tidak perlu dan tidak bermanfaat. Pepatah Barat saja mengatakan “silence in golden!” Rasulullah SAW bersabda: “Ash-shumtu hikmatun, wa qalílun fá’iluhu” (Diam itu mengandung hikmah yang banyak, tapi sedikit orang yang melaksanakannya). “Ash-shumtu zainun lil álimi, wa sitrun lil jáhili” (Diam itu adalah perhiasan bagi orang yang berilmu dan selimut (penutup) bagi orang yang bodoh). Orang yang berilmu bisa memilih-milih kapan perlu bicara kapan tidak perlu, lebih baik diam daripada berbicara yang tidak bermanfaat. Karena ia tahu banyak orang berbicara yang tidak perlu, maka orang yang berilmu memilih diam. Jadi, diamnya itu menjadi penghias bahwa dirinya berilmu. Sedangkan manfaat diam bagi orang bodoh adalah, karena diamnya itu, tidak ketahuan kebodohanya, tertutupi oleh diamnya. Inilah manfaat diam bagi orang berilmu dan bagi orang bodoh.
Kedua: Menghentikan kenikmatan di mulut
Bila mulut sedang merasakan suatu kenikmatan (misalnya bernyanyi-nyanyi, memakan makanan enak), munculkanlah kesadaran untuk segera berhenti. Untuk melatih meningkatkan keimanan, hentikanlah kenikmatan di mulut. Bukan tidak boleh, tapi karena kita sadar sedang meningkatkan keimanan. Adalah tidak pantas sedang berusaha meningkatkan keimanan tetapi mengikuti kesenangan, apalagi berlebihan. Memperturutkan kesenangan dan kenikmatan adalah mengikuti hawa nafsu, dan mengikuti hawa nafsu bertentangan dengan kesadaran meningkatkan iman. Memperturutkan kesenangan berarti juga tidak ada pengendalian diri. Adanya pengendalian diri adalah bukti adanya keimanan. Ada ungkapan bahasa Arab yang menunjukkan pengendalian diri dalam hal makan: “Nahnu qaumun la nakul illal ju’, wa idza akalna la nusba’” (Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak sampai kenyang). Ungkapan ini adalah dalam konteks sedang meningkatkan keimanan. Makan itu enak, tapi seorang Muslim yang sadar sedang meningkatkan keimanannya tidak patut mengikuti yang enak-enak. Mengikuti yang enak-anak adalah ajakan hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu berarti melemahkan iman. Maka, bagi seorang Muslim yang ingin berlatih meningkatkan imannya, berhentilah makan justru ketika sedang merasakan enak dan nikmat. Mampu melakukan itu berarti kita telah menundukkan nafsu dalam diri kita.
Ketiga: Memperbanyak istighfar
Bila mulut senang berbicara, banyak bersuara atau banyak bernyanyi, padahal sadar sedang berusaha meningkatkan keimanan, maka kendalikanlah. Gantilah kesenangan di mulut itu dengan kalimat-kalimat dzikir dan istighfar. Itu lebih baik karena akan lebih menghidupkan qalbu dan melembutkan hati. Gantilah ucapan-ucapan yang tidak berguna dengan ungkapan-ungkapan yang baik yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW mewasiatkan: “Man kâna yu’minu billâhi wal yaumil akhir, falyaqul khairan awliyasmut” (Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berkatalah yang baik atau diamlah). Hindarilah segala aktifitas mulut yang tiada manfaatnya bila kita sedang berusaha meningkatkan keimanan agar iman kita terasa meningkat. Bila tidak ingin meningkatkan keimanan, iman kita cukup begitu-begitu saja, kita menjadi manusia yang rugi. Puluhan tahun hidup dibumi Allah dengan memakan rezeki Allah, tapi iman begitu-begitu saja tidak ada peningkatan. Dihadapan Allah kita akan dikategorikan sebagai orang yang tidak tahu diri.a
2. Tutunggulan
(Duduk-duduk berkumpul)
Tunggul adalah sisa pohon bekas ditebang. Bila pohon yang ditebangnya banyak sepert bambu, maka sisanya itu banyak berkumpul. Tutunggulan adalah perilaku duduk-duduk berkumpul seperti tunggul sambil bernyanyi beramai-ramai dengan memukul-mukul benda apa saja yang ada (bangku, meja, botol, gelas, ember, kaleng), sambil kemudian berteriak-teriak dan tertawa-tawa. Bagi seorang Muslim yang ingin menjaga dan meningkatkan kualitas imannya, tidak patut melakukan kegiatan seperti itu karena akan merusak hati dan keimanan: Pertama, kegiatan seperti itu biasanya mengakibatkan lupa diri karena dilakukan beramai-ramai sambil tertawa-tawa. Kedua, membuat kerusakan benda yang dipukul: meja jadi rusak, bangku jadi cacat, gelas jadi pecah dst. Ketiga, membuang-buang waktu percuma. Kegiatan spontanitas kumpul bersama dan bernyanyi-nyanyi sambil tertawa ramai-ramai seperti ini sering tidak terasa membuang-buang waktu. Keempat, kadang-kadang diiringi dengan mencemooh orang sambil tertawa, saling ejek beramai-ramai. Kelima, dengan kegiatan seperti itu berarti mencemooh diri sendiri, merendahkan diri sendiri dengan perilaku yang tidak bermanfaat.
3. Tatabeuhan
(Jalan-jalan bersenang-senang)
Tatabeuhan adalah parade memukul alat-alat musik sambil berjalan. Tatabeuhan disini adalah simbol perilaku bersenang-senang dengan bepergian. Misalnya: jalan-jalan ke tempat-tempat hiburan beramai-ramai, menghadiri konser musik dan panggung hiburan untuk meluapkan kesenangan, kepuasan dengan berjoget sampai puas, ketawa-ketawa di jalan, bergerombol ke tempat-tempat yang mengasyikkan, menghadiri pesta dan hura-hura yang semua itu adalah simbol dari perilaku bersenang-senang yang membuang-buang waktu. Perilaku seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim yang sadar sedang atau ingin meningkatkan keimanannya. Sering bersenang-senang bisa mematikan hati sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tsalátsu khishálin tuwritsul qaswata fil qalbi: hubbuth tha’ám, wa hubbun naum, wa hubbur ráhah” (Tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati: banyak makan, banyak tidur dan banyak senang-senang). Senang-senang seperti itu hanya sesaat dan malah lebih banyak mudharatnya seperti lupa diri, buang-buang waktu, lupa shalat, badan letih dan cape untuk hal-hal yang tidak berguna. Tidak ada rumusnya orang mendapat kebahagiaan dari tempat-tempat hiburan seperti itu. Kebahagiaan itu diperoleh hidup yang baik dan dekat dengan Allah SWT.
4. Balakécrakan
(Berfoya-foya)
Balakécrakan adalah suasana ramai oleh suara orang bicara dan tertawa. Disini maksudnya adalah kegiatan pesta dan foya-foya yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman sambil bergembira dan tertawa. Foya-foya sambil menghambur-hamburkan uang dan waktu, makan-makan di restoran, atau makan-makan dengan dana yang cukup besar sambil tak sadar menggerogoti hak-hak keluarga, hak-hak istri dan anak-anak. Foya-foya adalah perilaku bermegah-megahan dalam hal uang dan makanan. Begitu buruknya perilaku foya-foya atau bermegah-megahan, Allah sampai mengingatkan dengan menegaskan berulang-ulang dalam Al-Qur’an agar itu jangan dilakukan, kemudian Allah mengancamnya dengan keras di akhirat kelak dengan neraka Jahim: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS Al–Takatsur: 1 – 8). Mengapa perilaku balakecrakan atau foya-foya bermegah-megahan ini sampai diancam keras oleh Allah? Karena foya-foya adalah simbol orang yang lupa diri. Pesta foya-foya adalah bersenang-senang sambil lupa kepada Allah, ngobrol kesana-kemari sambil tertawa terbahak-bahak. Padahal diri ini banyak dosa dan durhaka kepada Allah SWT. Kebiasaan pesta atau senang-senang, selain melupakan Allah, melupakan penderitaan sesama, juga akan mematikan hati. Balakécrakan atau kegiatan foya-foya harus dihindari bila keimanan dan kesadaran kita ingin meningkat.
5. Éak-éakan
(Pesta dan hura-hura)
Ini adalah tingkat yang paling rusak dan paling buruk. Éak-éakan adalah semua bentuk kegiatan hura-hura, pesta dan senang-senang sambil melanggar syari’at agama, melakukan dosa bersama-sama, merusak diri bersama-sama: pesta mabuk-mabukan, mengkonsumsi obat-obat terlarang atau narkoba, pergaulan seks bebas, main kartu sambil berjudi dan minuman keras. Atau pesta dengan diiringi musik yang hingar bingar sambil berteriak-teriak, tertawa-tawa sambil berjoget, laki-laki dan perempuan bebas bersentuhan sambil tidak mengenal batasan aurat, penampilan seksi yang mengundang birahi. Yang melakukannya semuanya sudah menjadi budak-budak nafsu yang sudah kehilangan rasa malu. Syetan senang dan gembira melihat banyak pengikutnya seperti ini. Saat tertawa terbahak-bahak dalam pesta seperti ini, mereka lupa api neraka sedang menunggu mereka bila tidak segera sadar dan bertaubat!
1. Héhéotan
(Berbicara yang tidak bermanfaat)
Pertama-tama, yang harus dihindari pada saat seorang Muslim dengan sadar sedang berusaha meningkatkan keimanannya adalah perilaku héhéotan. Héhéotan artinya bersiul-siul yaitu nyanyian mulut yang tidak jelas kata-katanya dan sering tidak jelas lagu serta iramanya. Héhéotan adalah simbol dari aktifitas mulut yang tidak bermanfaat. Menghindari héhéotan artinya menjaga mulut dari pembicaraan yang tidak bermanfaat, ngobrol yang tidak perlu, membuang banyak waktu berkata-kata yang tidak membawa kebaikan, tidak produktif, tidak menghasilkan perenungan dan seterusnya. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak berguna adalah adalah ciri orang yang beriman. Dalam surat Al-Mu’minun disebutkan tujuh ciri orang yang beruntung, diantaranya adalah: “Walladzîna hum ‘anil laghwi mu’ridhûn” (Dan orang-orang yang memelihara diri dari perbuatan yang tidak berguna).
Lakukanlah tiga hal berikut ini untuk meningkatkan kualitas kesadaran kita dalam pengendalian mulut:
Pertama: Mengurangi banyak bicara.
Hindarilah banyak bicara, ngobrol yang tidak bermanfaat, berkomentar yang tidak perlu dan sejenisnya. Ketika sadar sedang berusaha meningkatkan keimanan, usahakanlah banyak diam, banyak merenung, banyak introspeksi, hindari banyak bercanda. Diam dan tafakur adalah lebih baik daripada banyak bicara yang tidak perlu dan tidak bermanfaat. Pepatah Barat saja mengatakan “silence in golden!” Rasulullah SAW bersabda: “Ash-shumtu hikmatun, wa qalílun fá’iluhu” (Diam itu mengandung hikmah yang banyak, tapi sedikit orang yang melaksanakannya). “Ash-shumtu zainun lil álimi, wa sitrun lil jáhili” (Diam itu adalah perhiasan bagi orang yang berilmu dan selimut (penutup) bagi orang yang bodoh). Orang yang berilmu bisa memilih-milih kapan perlu bicara kapan tidak perlu, lebih baik diam daripada berbicara yang tidak bermanfaat. Karena ia tahu banyak orang berbicara yang tidak perlu, maka orang yang berilmu memilih diam. Jadi, diamnya itu menjadi penghias bahwa dirinya berilmu. Sedangkan manfaat diam bagi orang bodoh adalah, karena diamnya itu, tidak ketahuan kebodohanya, tertutupi oleh diamnya. Inilah manfaat diam bagi orang berilmu dan bagi orang bodoh.
Kedua: Menghentikan kenikmatan di mulut
Bila mulut sedang merasakan suatu kenikmatan (misalnya bernyanyi-nyanyi, memakan makanan enak), munculkanlah kesadaran untuk segera berhenti. Untuk melatih meningkatkan keimanan, hentikanlah kenikmatan di mulut. Bukan tidak boleh, tapi karena kita sadar sedang meningkatkan keimanan. Adalah tidak pantas sedang berusaha meningkatkan keimanan tetapi mengikuti kesenangan, apalagi berlebihan. Memperturutkan kesenangan dan kenikmatan adalah mengikuti hawa nafsu, dan mengikuti hawa nafsu bertentangan dengan kesadaran meningkatkan iman. Memperturutkan kesenangan berarti juga tidak ada pengendalian diri. Adanya pengendalian diri adalah bukti adanya keimanan. Ada ungkapan bahasa Arab yang menunjukkan pengendalian diri dalam hal makan: “Nahnu qaumun la nakul illal ju’, wa idza akalna la nusba’” (Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak sampai kenyang). Ungkapan ini adalah dalam konteks sedang meningkatkan keimanan. Makan itu enak, tapi seorang Muslim yang sadar sedang meningkatkan keimanannya tidak patut mengikuti yang enak-enak. Mengikuti yang enak-anak adalah ajakan hawa nafsu. Mengikuti hawa nafsu berarti melemahkan iman. Maka, bagi seorang Muslim yang ingin berlatih meningkatkan imannya, berhentilah makan justru ketika sedang merasakan enak dan nikmat. Mampu melakukan itu berarti kita telah menundukkan nafsu dalam diri kita.
Ketiga: Memperbanyak istighfar
Bila mulut senang berbicara, banyak bersuara atau banyak bernyanyi, padahal sadar sedang berusaha meningkatkan keimanan, maka kendalikanlah. Gantilah kesenangan di mulut itu dengan kalimat-kalimat dzikir dan istighfar. Itu lebih baik karena akan lebih menghidupkan qalbu dan melembutkan hati. Gantilah ucapan-ucapan yang tidak berguna dengan ungkapan-ungkapan yang baik yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW mewasiatkan: “Man kâna yu’minu billâhi wal yaumil akhir, falyaqul khairan awliyasmut” (Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, berkatalah yang baik atau diamlah). Hindarilah segala aktifitas mulut yang tiada manfaatnya bila kita sedang berusaha meningkatkan keimanan agar iman kita terasa meningkat. Bila tidak ingin meningkatkan keimanan, iman kita cukup begitu-begitu saja, kita menjadi manusia yang rugi. Puluhan tahun hidup dibumi Allah dengan memakan rezeki Allah, tapi iman begitu-begitu saja tidak ada peningkatan. Dihadapan Allah kita akan dikategorikan sebagai orang yang tidak tahu diri.a
2. Tutunggulan
(Duduk-duduk berkumpul)
Tunggul adalah sisa pohon bekas ditebang. Bila pohon yang ditebangnya banyak sepert bambu, maka sisanya itu banyak berkumpul. Tutunggulan adalah perilaku duduk-duduk berkumpul seperti tunggul sambil bernyanyi beramai-ramai dengan memukul-mukul benda apa saja yang ada (bangku, meja, botol, gelas, ember, kaleng), sambil kemudian berteriak-teriak dan tertawa-tawa. Bagi seorang Muslim yang ingin menjaga dan meningkatkan kualitas imannya, tidak patut melakukan kegiatan seperti itu karena akan merusak hati dan keimanan: Pertama, kegiatan seperti itu biasanya mengakibatkan lupa diri karena dilakukan beramai-ramai sambil tertawa-tawa. Kedua, membuat kerusakan benda yang dipukul: meja jadi rusak, bangku jadi cacat, gelas jadi pecah dst. Ketiga, membuang-buang waktu percuma. Kegiatan spontanitas kumpul bersama dan bernyanyi-nyanyi sambil tertawa ramai-ramai seperti ini sering tidak terasa membuang-buang waktu. Keempat, kadang-kadang diiringi dengan mencemooh orang sambil tertawa, saling ejek beramai-ramai. Kelima, dengan kegiatan seperti itu berarti mencemooh diri sendiri, merendahkan diri sendiri dengan perilaku yang tidak bermanfaat.
3. Tatabeuhan
(Jalan-jalan bersenang-senang)
Tatabeuhan adalah parade memukul alat-alat musik sambil berjalan. Tatabeuhan disini adalah simbol perilaku bersenang-senang dengan bepergian. Misalnya: jalan-jalan ke tempat-tempat hiburan beramai-ramai, menghadiri konser musik dan panggung hiburan untuk meluapkan kesenangan, kepuasan dengan berjoget sampai puas, ketawa-ketawa di jalan, bergerombol ke tempat-tempat yang mengasyikkan, menghadiri pesta dan hura-hura yang semua itu adalah simbol dari perilaku bersenang-senang yang membuang-buang waktu. Perilaku seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim yang sadar sedang atau ingin meningkatkan keimanannya. Sering bersenang-senang bisa mematikan hati sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tsalátsu khishálin tuwritsul qaswata fil qalbi: hubbuth tha’ám, wa hubbun naum, wa hubbur ráhah” (Tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati: banyak makan, banyak tidur dan banyak senang-senang). Senang-senang seperti itu hanya sesaat dan malah lebih banyak mudharatnya seperti lupa diri, buang-buang waktu, lupa shalat, badan letih dan cape untuk hal-hal yang tidak berguna. Tidak ada rumusnya orang mendapat kebahagiaan dari tempat-tempat hiburan seperti itu. Kebahagiaan itu diperoleh hidup yang baik dan dekat dengan Allah SWT.
4. Balakécrakan
(Berfoya-foya)
Balakécrakan adalah suasana ramai oleh suara orang bicara dan tertawa. Disini maksudnya adalah kegiatan pesta dan foya-foya yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman sambil bergembira dan tertawa. Foya-foya sambil menghambur-hamburkan uang dan waktu, makan-makan di restoran, atau makan-makan dengan dana yang cukup besar sambil tak sadar menggerogoti hak-hak keluarga, hak-hak istri dan anak-anak. Foya-foya adalah perilaku bermegah-megahan dalam hal uang dan makanan. Begitu buruknya perilaku foya-foya atau bermegah-megahan, Allah sampai mengingatkan dengan menegaskan berulang-ulang dalam Al-Qur’an agar itu jangan dilakukan, kemudian Allah mengancamnya dengan keras di akhirat kelak dengan neraka Jahim: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS Al–Takatsur: 1 – 8). Mengapa perilaku balakecrakan atau foya-foya bermegah-megahan ini sampai diancam keras oleh Allah? Karena foya-foya adalah simbol orang yang lupa diri. Pesta foya-foya adalah bersenang-senang sambil lupa kepada Allah, ngobrol kesana-kemari sambil tertawa terbahak-bahak. Padahal diri ini banyak dosa dan durhaka kepada Allah SWT. Kebiasaan pesta atau senang-senang, selain melupakan Allah, melupakan penderitaan sesama, juga akan mematikan hati. Balakécrakan atau kegiatan foya-foya harus dihindari bila keimanan dan kesadaran kita ingin meningkat.
5. Éak-éakan
(Pesta dan hura-hura)
Ini adalah tingkat yang paling rusak dan paling buruk. Éak-éakan adalah semua bentuk kegiatan hura-hura, pesta dan senang-senang sambil melanggar syari’at agama, melakukan dosa bersama-sama, merusak diri bersama-sama: pesta mabuk-mabukan, mengkonsumsi obat-obat terlarang atau narkoba, pergaulan seks bebas, main kartu sambil berjudi dan minuman keras. Atau pesta dengan diiringi musik yang hingar bingar sambil berteriak-teriak, tertawa-tawa sambil berjoget, laki-laki dan perempuan bebas bersentuhan sambil tidak mengenal batasan aurat, penampilan seksi yang mengundang birahi. Yang melakukannya semuanya sudah menjadi budak-budak nafsu yang sudah kehilangan rasa malu. Syetan senang dan gembira melihat banyak pengikutnya seperti ini. Saat tertawa terbahak-bahak dalam pesta seperti ini, mereka lupa api neraka sedang menunggu mereka bila tidak segera sadar dan bertaubat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar